MAKALAH
KASUS KORUPSI
Analisis Kasus Korupsi Gayus Tambunan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Begitu banyaknya kasus
pelanggaran atau kecurangan seperti korupsi terjadi di Indonesia. Bukan hanya
melibatkan pegawai biasa, bahkan saat ini pelaku korupsi merupakan orang –
orang yang memiliki jabatan tinggi atau kekuasaan tertentu bahkan dibagian
departemen milik pemerintah.
Suatu
bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh masyarakat kepada seseorang pemegang
jabatan baik pada instansi milik negara maupun swasta hendaknya dikerjakan
dengan baik dan penuh amanah, bukan dijadikan sebagai sebuah kesempatan untuk
mencari keuntungan bagi pihak yang tidak bertanggung jawab.
Seperti
halnya kasus yang melibatkan Pegawai Negri Sipil (PNS) yang bertugas di
Kementrian Keuangan Direktorat Jenderal Pajak Golongan III A yang diketahui
memiliki simpanan hingga miliaran rupiah di rekening miliknya. Gayus pada
awalnya diduga melakukan penggelapan pajak yang melibatkan 149 perusahaan dan
ditaksirkan dapat menyebabkan kerugian Negara hingga miliaran rupiah.
1.2 Rumusan
Masalah
Permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah mengenai :
1.
Apakah yang dimaksud dengan korupsi?
2.
Dugaan apa saja yang didakwakan kepada Gayus Tambunan?
3.
Berapa banyak kerugian yang diperkirakan harus ditanggung oleh
Indonesia?
4.
Pasal apa saja yang menjerat kasus Gayus Tambunan?
5.
Bagaimana kronologi kasus Gayus Tambunan?
1.3 Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk lebih mengetahui pengertian “Korupsi”
2.
Untuk mengetahui dan lebih memahami kronologi dari penggelapan
uang oleh Gayus Tambunan
1.4 Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, saya sebagai penulis menggunakan metode
studi pustaka sebagai sumber utama pengumpulan data. Metode pustaka yang saya
lakukan adalah dengan cara mendengarkan perkembangan berita, membaca berita
pada situs online, serta beberapa sumber lainnya.
1.5 Manfaat Penulisan
Penulisan
ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang korupsi yang ada di
Indonesia dan dapat mempelajari cara mengatasi kasus korupsi yang ada di
Indonesia.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Pengertian
Korupsi
Banyak para ahli
yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur bahasa dan
cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang
sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan
umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari
kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan
negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya
denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi
disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh
pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau
keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan
bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima
hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil
keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang
yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang
diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya
atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi
dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian,
jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat
yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan
masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.
2.2 Jenis-Jenis Korupsi
Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi
yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif,
Adapun yang dimaksud dengan Korupsi
Aktif adalah sebagai berikut :
·
Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau Korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara
(Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
·
Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
Korporasi yang menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan
keuangan Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang- undang Nomor 31 Tahun 1999)
·
Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan
atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi
hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal
4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
·
Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan
Tindak pidana Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
·
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf
a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
·
Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara
karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya
dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b
Undang-undang Nomor 20 Tagun 2001)
·
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud
untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili
(Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
·
Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau
penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau
keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal (1) huruf a Undang-undang Nomor
20 tahun 2001)
·
Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan
bahan bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam
huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
·
Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan
Tentara nasional Indonesia atau Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang
(Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
·
Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan
Tentara nasional indpnesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
sengaja mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c (pasal 7
ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
·
Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yang di tugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara
waktu,dengan sengaja menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat berharga
tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan
perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
·
Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu,dengan
sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan administrasi
(Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
·
Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi
tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara
waktu dengan sengaja menggelapkan menghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak
dapat dipakai barang,akta,surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan
atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya
atau membiarkan orang lain menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau membuat
tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
·
Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang :
1)
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan
sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
2)
Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong
pembayaran kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau kas
umum tersebut mempunyai hutang kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan hutang (huruf f)
3)
Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan
atau penyerahan barang seolah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf g)
4)
Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang
di atasnya terdapat hak pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan,telah merugikan orang yang berhak,apadahal diketahuinya
bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau baik
langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan,untuk
seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (huruf i)
·
Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan
atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi
hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).
Sedangkan Korupsi Pasif adalah sebagai
berikut :
·
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian
atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 tahun
2001)
·
Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk
mepengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang
diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang
nomor 20 Tahun 2001)
·
Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara
nasional indonesia, atau kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan
perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c
Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang nomor 20
tahun 2001.
·
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah
atau janji padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan utnuk mengerakkan agar melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya,atau sebaga akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya
(pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
·
Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau
patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c
Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
·
Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau
patut diduga,bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat
atau pendapat uang diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan
kepada pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang nomor 20 tahun
2001)
·
Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan
kewajiban atau tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20 tahun
2001).
BAB III
PEMBAHASAN
Begitu
banyak kasus penyalah gunaan jabatan serta kasus pencucian uang, yang secara
umum disebut dengan korupsi terjadi di Indonesia. Korupsi tidak mengenal
jabatan, baik karyawan biasa hingga pejabat tinggi negara bisa saja melakukan
tindak kejahatan korupsi, korupsi juga tidak mengenal instansi, korupsi dapat
terjadi di instansi manapun baik instansi negeri atau pemerintah maupun swasta.
Untuk
memenuhi tugas Aspek Hukum dalam Ekonomi, saya akan membahas mengenai
pelanggaran hukum dalam bidang ekonomi yaitu kasus korupsi yang diketahui
dilakukan oleh Pegawai Golongan III-A Kementrian Keuangan Direktorat Jenderal
Pajak Gayus Tambunan.
3.1
Dugaan yang dituduhkan kepada Gayus
1.
Mengenai perbuatan mengurangi keberatan pajak PT. Surya
Alam Tunggal dengan total Rp 570.952.000 ,-
2.
Gayus terbukti menerima suap sebesar Rp 925.000.000
,- dari Roberto Santonius, konsultan pajak terkait dengan kepengurusan gugatan
keberatan pajak PT. Metropolitan Retailmart.
3.
Pencucian uang terkait dengan penyimpanan uang yang disimpan di
safe deposit box Bank Mandiri cabang Kelapa Gading serta beberapa rekening
lainnya.
4.
Gayus menyuap sejumlah petugas Rumah Tahanan Brimob Kelapa Dua,
Depok, serta kepala Rutan Iwan Susanto yang jumlahnya sebesar Rp 1.500.000 ,-
hingga Rp 4.000.000 ,-.
5.
Gayus memberikan keterangan palsu kepada Penyidik perihal uang
sebesar Rp 24.600.000.000 didalam rekening tabungannya.
3.2
Potensi kerugian yang ditanggung oleh Negara
Korupsi
yang dilakukan oleh Gayus Tambunan mengakibatkan negara harus menanggung kerugian
sebesar Rp 645,99 Milyar dan US $ 21,1 juta dan dua wajib pahak yang terkait
dengan sunset policy dengan potensi kerugian sebesar Rp 339 Milyar.
3.3
Pasal serta jeratan hukum yang menjerat kasus Gayus Tambunan
1. Pasal
18 UU No.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (TIPIKOR),
dimana Gayus Tambunan diduga memperkaya diri sendiri dan merugikan keuangan
negara sebesar RP 570.952.000 ,-, terkait penanganan keberatan pajak PT. Surya
Alam Tunggal Sidoarjo.
2. Pasal 5
ayat 1a No.31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi, dimana Gayus Tambunan
dituding melakukan penyuapan sebesar $ 760.000 terhadap penyidik Mabes Polri M
Arafat Enanie, Sri Sumartini, dan Mardiyani.
3. Pasal 6
ayat 1a No.31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi karena Gayus diketahui
memberikan uang sebesar US $ 40.000 kepada Hakim Muhtadi Asnus, Ketua Majelis
Hakim yang menangani perkara Gayus di Pengadilan Negeri Tangerang.
4. Pasal
22 No.31 Tahun 1999 mengenai Undang – undang tidak pidana korupsi, dimana gayus
didakwa telah dengan sengaja memberi keterangan yang tidak benar untuk
kepentingan penyidikan
3.4
Kronologi kasus gayus
Pada
tanggal 7 Oktober 2009 penyidik Bareskim Mabes Polri menetapkan Gayus sebagai
tersangka dengan mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SDPD).
Dalam surat tersebut tersangka Gayus diduga melakukan tindak pidana korupsi,
pencucian uang dan penggelapan dengan diketahuinya rekening sejumlah Rp 25
Milyar pada Bank Panin cabang Jakarta milik Andi Kosasih pengusaha asal Batam
yang menggunakan jasa pihak kedua untuk melakukan penggandaan tanah, yang
setelah ditelusuri ternyata berkas tersebut belum lengkap.
Dalam
sidang di Pengadilan Negeri Tangerang pada tanggal 12 Maret, Gayus hanya
dituntut satu tahun percobaan dan divonis bebas. Pada tanggal 24 Maret 2010,
Gayus bersama 10 rekannya meninggalkan Indonesia menuju Singapura. Tanggal 30
Maret 2010, polisi berhasil mengetahui keberadaan Gayus di Singapura.
Pada
tanggal 31 Maret 2010, tim penyedik memeriksa tiga orang lainnya selain Gayus
Tambunan termasuk Bridgen Edmond Ilyas. Pada tanggal 7 April 2010, anggota III
DPR mengetahui keterlibatan seorang Jenderal Bintang Tiga yang ikut terlibat
dalam kasus penggelapan pajak dengan aliran dana sebesar Rp 24 Milyar.
BAB IV
PENUTUPAN
4.1 Kesimpulan
Korupsi
yang dilakukan oleh Gayus Tambunan bukan hanya melibatkan dirinya tetapi juga
melibatkan banyak orang dari pemerintahan dan para pengusaha yang enggan
membayar pajak dan mecoba mengakali peraturan agar pajak yang telah dibayarkan
oleh perusahaan tersebut dapat ditarik kembali. Sehingga menyebabkan negara
mengalami kerugian dengan jumlah fantastis yang diperkirakan berada disekitar angka
Rp 339 Milyar.
Tindakan yang dilakukan
oleh tersangka Gayus Tambunan meresahkan banyak pihak. Korupsi merupakan tindakan yang tidak lepas
dari pengaruh kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki oleh individu maupun
kelompok, dan dilaksanakan baik sebagai kejahatan individu (professional)
maupun sebagai bentuk dari kejahatan korporasi (dilakukan denga kerjasama
antara berbagai pihak yang ingin mendapatkan keuntungan sehingga membentuk
suatu struktur organisasi yang saling melindungi dan menutupi keburukan
masing-masing). Korupsi merupakan cerminan dari krisis kebijakan dan
representasi dari rendahnya akuntabilitas birokrasi publik.
4.2 Saran
Adapun
saran yang dapat kami sampaikan mengenai kasus korupsi di Indonesia yaitu
sebagai berikut :
·
Pemerintah harus tegas dalam menghukum pelaku korupsi dan
dalam memberantas korupsi yang tidak hanya berfokus pada intansi atau jabatan
tinggi, tetapi juga harus fokus memberantas korupsi yang mungkin dapat
dilakukan oleh pegawai biasa.
·
Hendaknya setiap masyarakat yang memiliki kepentingan dengan
pegawai atau seseorang dengan jabatan tertentu tidak memberikan hadiah atau
apapun yang bersifat suapan.
·
Hendaknya setiap masyarakat dan pemerintah yang melihat adanya
tindakan korupsi melapor kepada aprat berwajib agar kasus tersebut segera dapat
ditangani.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar